Langsung ke konten utama

Candi Gëmpoer & Proedoeng? Bagian-1


Candi Gëmpoer & Proedoeng, a missing link?
Sisa yang hilang...

Bagian-1


“In Këdiri noemen wij vooreerst een paar plaatsen ten Noord-Oosten van de hoofdstad, in de richting van Tigawangi-Soerawana. Het zijn de Tjandi Gëmpoer en de een paar K.M. meer Westelijk gelegen Tjandi Proedoeng“

Demikian NJ Krom mengawali tulisannya tentang catatan mengenai Tjandi Gëmpoer & Tjandi Proedoeng (nama sesuai ejaan asli masa itu), dalam Inleiding tot de Hindoe-Javaansche Kunst”, yang diterbitkan tahun 1920 dan direvisi kembali tahun 1923.

Menurut Nicolaas Johannes Krom berdasarkan kesaksian catatan (notulen) serta laporan peneliti-peneliti sebelumnya, pada halaman 312 (Jilid II, revisi edisi tahun 1923) di bagian bahasan Ongedateerde Oost-Javaansche tempels” (= Candi di Jawa Timur Tanpa Angka Tahun) menyebutkan bahwa ”Di wilayah Kediri, pertama kali kami menyebut beberapa tempat di sebelah timur laut ibu kota, ke arah Tigawangi & Soerawana. Itu adalah Candi Gëmpoer dan beberapa kilometer lebih ke arah barat, yaitu Candi Proedoeng”. Disebutkan memang benar ada yang namanya Candi Gëmpoer dan Candi Proedoeng.


Jauh hari sebelum tulisan Krom terbit, ada uraian dalam “The History of Java”, Jilid II, halaman 36-37 yang berbicara tentang ketertarikan Gubernur Jenderal di Batavia, Letnan Jenderal Sir Thomas Stanford Raffles pada kekunaan Candi ntul (=Tigawangi) dalam lawatannya menuju Malang tahun 1815, beliau membahas singkat tentang Candi Proedoeng (Chāndi Prūdung).
Raffles in "The History of Java" (Wiki).

“The Chāndi Prūdung is situated about eight miles south-west of Sĕntul. Though constructed entirely of brick, this edifice deserves particular notice”.
It exceeds in its dimensions and important all other edifices built of the same material that I have seen. Besides a principal apartement, the entrance to which is from the west, it contains in the east, the north and the south, smaller apartment on the same floor. Whose entrance corresponds to the niches usually observed in the walls. The projecting base containing the stairs has been destroyed and one ascends at present to view the interior of the chāndi by a ladder, the height of about twenty feet. The dimensions of the ornament and figure on the sides correspond to the size of the building, and the sculpture is executed in a superior style. Following a southern direction. Rĕchas, reservoir of water, mortars, fragments of building and ornament , are found at almost every villages...”
Raffles dalam tulisannya, membandingkan Chāndi Prūdung dengan Chandi Sĕntul. Apakah karena besar ukuran bangunannya ato karena fakto lain? tidak ada penjelasan secara detil karena fokus pembicaraan Raffles di halaman buku itu adalah Candi Sĕntul (Tigawangi). Tapi paling tidak bisa ditarik benang merahnya bahwa Chāndi Prūdung memang masih ada di tahun 1815, ke arah Barat Daya & berjarak delapan mil (=12,9 kilo meter) dari lokasi Candi Sĕntul berada. Dideskripsikan seluruhnya terbuat dari batu bata, Selain ruangan utama, pintu masuk ada di barat, timur, utara dan selatan. Ruangan yang lebih kecil ada di lantai yang sama. Pintu masuk siapa sesuai dengan ceruk yang biasanya diamati di dinding. Pondasi yang ada tangganya telah dihancurkan dan hanya tersisa satu tangga naik untuk melihat bagian dalam candi. ketinggian bangunan sekitar dua puluh kaki (=6 Meter). Dimensi ornamen dan sosok di sisi candi sangat sesuai dengan ukuran bangunan, dan arcanya  dbuat dengan superior (=ukuran besar?). Bila mengikuti ke arah selatan. Rĕchas (arca), waduk air, sisa struktur dan pecahan ornamen bangunan, ditemukan di hampir seluruh desa. Gambaran Raffles tahun 1815 sudah menunjukkan bangunan Chāndi Prūdung sudah tidak utuh, tapi tetap menarik perhatian.

Kembali Krom  menuliskan, yang awal dalam laporan menyebut salah satu atoupun kedua nama candi tersebut adalah Horsfield.
Thomas Horsfield (Wiki).
Thomas Horsfield, seorang dokter ketentaraan kolonial Belanda sekaligus Naturalis yang berkebangsaan Amerika, merantau ke Jawa tahun 1801. Dan kemudian menjadi sahabat karib Raffles saat memerintah Jawa & Sumatra. Tulisan Horsfield inilah mungkin yang disadur oleh J. Olivier Jz, dalam “Tafereelen en Merkwaardigheden uit Oost-Indië”, Jilid I, tahun  1836, halaman 314. Kemudian laporan Hopermans,  dan selanjutnya  oleh Junghuhn. Franz Wilhelm Junghuhn, Botanis sekaligus Geolog Jerman-Belanda yang tiba di Batavia, 13 Oktober 1835 hingga meninggal di Lembang tahun 1864.
Ulasan mereka mengenai Candi Gëmpoer & Proedoeng masih menyisakan kesimpang-siuran, Krom dalam bukunya menuliskan, “Er heerscht eenige onzekerheid in de benamingen en het schijnt, dat Horsfield, de eerste, die Proedoeng vermeldt, eigenlijk het oog heeft op wat wij thans Gëmpoer noemen, en met Hoepermans is datzelfde het geval, terwijl Junghuhn één van beide overblijfselen den naam Tjandi Boedang geeft. Dat de juiste stand van zaken zoo moeielijk uit te maken valt, is een gevolg van het weinige, dat zelfs de eerste bezoekers nog aantroffen, en daar er op het oogenblik ongeveer niets meer te vinden is, heeft de kwestie ook niet veel practisch belang meer. Van wat tegenwoordig Proedoeng heet, is het minst te zeggen; oude berichten geven geen bijzonderheden dan alleen het bestaan van dezen geheel vervallen tempel, en op het oogenblik is er zelfs geen steen meer over, en is een verweerde Nandi zonder kop al hetgeen van de vroegere glorie rest”.
Junghuhn (Wiki).
Krom menuliskan dari apa yang dilihat saksi mata sebelumnya karena kemungkinan candinya telah dijarah atopun rusak sejalan kesaksian semasa Raffles, tetapi masih meninggalkan beberapa bagian bangunan yang fenomenal & sangat menarik.
Walopun masih ada perdebatan untuk identifikasi antara nama Gëmpoer, Proedoeng bahkan Candi Boedang. Krom memberikan kita info, bahwa Candi Gëmpoer terbuat dari bata, yang digambarkan sebagai bukit bata, sehingga ukuran bangunannya diperkirakan besar. Disebutkan sisa arca Nandi yang tak berkepala masih menunjukan sisa dari masa kejayaannya. Hoperman sendiri menyebutnya sebagai sisa-sisa Candi Buddha (=Tjandi Boedang?) dengan terdapat bak penampungan air (waterbak?) yang mengelilinginya. Gambaran Hoperman tersebut masih patut kita jadikan catatan.
Kita tunggu gambaran Candi Gëmpoer & Proedoeng menurut versi beberapa peneliti & saksi mata lainnya lewat catatan-catatan mereka di masa kolonial Belanda ini (Bersambung).




Komentar